-->





Iklan

KH. MUSTHOFA BAKRI TUTUP USIA Sesepuh NU Pekalongan

INNALILLAH SESEPUH NU KOTA PEKALONGAN KH. MUSTHOFA BAKRI TUTUP USIA
Innalillahi wainna ilaihi raji’un. Telah wafat sesepuh NU Kota Pekalongan KH. Musthofa Bakri bin H. Abdul Qadir, pada hari ini, Senin 6 Agustus 2018/24 Dzulqa’dah 1439, pukul 14.30 WIB dalam usia 88 tahun. Rumah duka beralamat di Desa Jenggot Gg. 5 TPQ Raudlatul Furqan Pekalongan Selatan. Jenazah akan disalatkan dan dimakamkan pada hari Selasa jam 12.00 WIB ba’da Dzuhur di Masjid Jami’ Jenggot Al-Husein.

kh musthofa bahkri ketua nu pekalongan wafat

KH. Musthofa Bakri dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 9 Desember 1930 M, bertepatan dengan diadakannya Muktamar NU di Kota Pekalongan. Bakri, nama yang terletak di belakang nama asli beliau merupakan singkatan dari B yang berarti Bin, A adalah Abdul Qadir (ayah), K adalah Kerto (kakek), dan RI singkatan dari nama ibunya, Hj. Umriyyah asal Desa Jenggot Pekalongan Selatan.

Belajar di Sekolah Rakyat (setingkat SD) pada waktu penjajahan Jepang. Tetapi tidak sampai tamat, hanya sampai kelas 2 karena disuruh berhenti oleh ayah beliau yang merasa khawatir dengan pengaruh Jepang saat itu. Saat itu, anak pribumi yang sudah berusia minimal 15 tahun diharuskan wajib militer. Tetapi Bakri muda memilih jalannya sendiri untuk masuk Hizbullah.

Tepatnya pada tanggal 3 Oktober 1945, warga Pekalongan dalam merebut kemerdekaan menyerbu markas Jepang yang berada di sebelah Masjid Syuhada (monumen) Pekalongan, di bawah komando Kiai Syafi’i Abdul Majid dan Kiai Akrom Hasani. Warga Pekalongan memakai bambu runcing sedangkan musuh sudah menggunakan senapan mesin dan meriam. Namun hal itu tak membuat surut semangat mereka.

Bakri muda belajar Alquran langsung dari Kiai Syafi’i Abdul Majid dan juga menambah pengetahuan umumnya di SLTP. Kemudian pada tahun 1948-1953 melanjutkan pendidikannya ke Pesantren Kaliwungu. Tahun 1953 beliau disuruh pulang oleh orang tuanya untuk dinikahkan dengan Hj. Nasiah. KH. Khudlori Tobri adalah teman beliau sewaktu mondok di Kaliwungu. Ketika KH. Khudlori masuk itulah bertepatan dengan tahun dimana beliau boyong .

Beliau juga merupakan seorang aktifis organisasi, khususnya Nahdlatul Ulama. Semasa mudanya aktif di GP. Ansor dan masa tuanya menjabat Rais Syuriah PCNU Kota Pekalongan selama 2 periode yang berakhir pada tahun 2012. Dari progam PCNU Kota Pekalongan beliau telah berhasil membangun Gedung Aswaja yang cukup megah. Gedung ini dilengkapi dengan ruangan kantor NU beserta banom-banomnya, lapangan tenis dan kantor BMT.

Makanan keseharian Pengasuh TPQ Raudlatul Furqan Pekalongan Selatan ini adalah membaca kitab, buku dan karya tulis ulama dan para cendekiawan. Beliau teringat ketika zaman penjajahan Jepang dulu, bahwa kertas yang dipakai adalah merang (tangkai padi). Setelah menulis catatan itu akan dihafal dan kemudian dihapus untuk mencatat pelajaran yang lain. Lahu Alfatihah… (Syaroni As-Samfuriy, disarikan dari Buletin ATSAR MAS Simbangkulon edisi 19/2011).KH. MUSTHOFA BAKRI ( Tokoh Cerminan Belajar )

Seorang tokoh sekaligus sesepuh Pekalongan , KH. Musthofa Bakri, dilahirkan di Pekalongan, tanggal 9 Desember 1930 M. Bertepatan dengan di adakannya Muktamar Jam'iyyah Nahdlatul Ulama' di Kota Pekalongan .
Bakri, nama yang terletak dibelakang nama asli beliau merupakan singkatan dari B yang berarti Bin , A adalah Abdul Qodir (Ayah beliau) , dan K adalah Kerto (Kakek beliau). Sedangkan Ri merupakan singkatan dari nama ibunya , Hj. 'Umriyyah yang asli orang desa Jenggot Pekalongan Selatan.

PERISTIWA 3 OKTOBER 1945

Beliau belajar di sekolah rakyat (setingkat SD) pada waktu penjajahan Jepang . Tetapi beliau tidak menamatkan sekolahnya . Hanya sampai kelas 2 karena disuruh berhenti oleh ayahanda beliau yang khawatir dengan pengaruh Jepang. Pada saat penjajahan Jepang itu , anak pribumi yang sudah berusia minimal 15 tahun diharuskan wajib militer. Tetapi beliau memilih jalannya sendiri untuk masuk Hizbulloh yang pada waktu dikomandani oleh Pak Condro .
Berbeda dengan zaman sekarang , anak usia 15 tahun masih manja . Disuruh ngaji malah nonton TV. Kalau zaman dulu belum ada TV , yang menjadikan daya hafal orang-orang dulu kuat. Apalagi TV , listrikpun belum ada pada saat itu. Pada masanya, hanya diantara daerah Pringlangu sampai Banyurip saja yang sudah ada listrik . Berbeda dengan sekarang , yang gemerlapnya bisa dirasakan setiap malam.

Ketika merebut kemerdekaan , pada tanggal 3 Oktober 1945 , rakyat Pekalongan menyerbu markas Jepang yang berada di sebelah Masjid Syuhada' (Monumen) Pekalongan, dibawah komando Kyai Syafi'i Abdul Majid dan Kyai Akrom Hasani. Rakyat Pekalongan memakai bambu runcing . Sedangkan musuh sudah menggunakan senapan mesin dan meriam. Namun , hal itu tak membuat surut semangat rakyat Pekalongan . Hanya satu kata dalam keyakinan mereka , Merdeka .

PENDIDIKAN BELIAU

Beliau belajar Al-Qur'an langsung dari Kyai Syafi'I Abdul Majid dan juga menambah pengetahuan umumnya di SLTP. Kemudian , melanjutkan ke Pesantren pada tahun 1948 - 1953. Pada tahun 1953 itulah beliau boyong , disuruh pulang oleh orang tuanya untuk dinikahkan dengan Hj. Nasi'ah.
KH. Khudlori Tobri adalah teman beliau sewaktu mondok di Kaliwungu. Ketika KH. Khudlori masuk itulah , bertepatan dengan tahun dimana beliau boyong .

Beliau juga merupakan seorang aktifis organisasi , khususnya organisasi dibawah naungan Nahdlatul Ulama' . Terbukti , dulu aktif di GP. Anshor dan sekarang menjadi Ro'is Suryah PCNU Kota Pekalongan 2 periode , yang berakhir pada tahun 2012. Dari progam PCNU Kota Pekalongan , beliau telah berhasil membangun Gedung Aswaja. Gedung Aswaja ini , dilengkapi dengan ruangan kantor NU beserta banom-banomnya, lapangan tenis, kantor BMT yang menambah investasi. Tak ketinggalan pula , beliau mengadakan diklat-diklat untuk pengkaderan yang dilaksanakan setiap satu tahun dua kali.
Beliau juga mengatakan , rapat NU yang diadakan di ranting atau dimanapun , mestinya harus ada Suryah dan Tanfidziyah ( Ro'is, Katib , Bendahara ) . Beliau sedih ketika waktu rapat , pengurus tersebut tidak hadir. Beliau juga mengatakan bahwa NU akan selalu hidup jika ada Bahtsul Masa'il.

Hobi beliau sendiri adalah membaca buku dan karya tulis dari cendekiawan atau Ulama' Muslim . Beliau teringat ketika zaman Jepang dulu , bahwa kertas yang dipakai itu memakai merang (tangkai padi). Setelah menulis , catatan itu akan dihafal dan kemudian dihapus , untuk mencatatan pelajaran yang lain.

Diakhir wawancara , beliau berpesan :
" Apapun yang diberikan Madrasah , tekunilah. Jangan menengok kebelakang dan resapi serta pahamilah ilmu yang didapatkan . Serta , kuasailah pengetahuan sebanyak-banyaknya . "

(Data search Team : Ahmad Sofyan Hadi , Muhammad Daris Fithon , Faidlurrohman , Samsul Ariski)

Berita ini sudah di tulis di 
https://web.facebook.com/groups/107958196540144/permalink/218049818864314/

Komputer

+